Minggu, 20 Juni 2010

Ajengku Malang

Aku terbangun dengan kepala pening dan mengingat-ngingat apa yang terjadi, tanganku rasanya nyeri sekali, sesaat kemudian aku sadar ternyata tanganku terikat ke atas pada papan yang melintang dengan tali tambang yang kuat, aku tergantung di situ cukup tinggi, aku melihat ke bawah, dan melihat kakiku yang juga terikat tidak mencapai lantai, aku tersentak kaget menyadari tergantung dalam keadaan telanjang bulat, tanpa busana sama sekali.

Lalu kudengar erangan dan rintihan wanita, yang rasa-rasanya aku mengenali suara itu, saat pandanganku mulai jernih, aku melihat ternyata aku tidak sendiri di ruangan itu, di tengah ruangan ada meja kecil, dan di atas meja tersebut tampak sesosok tubuh gadis berkulit putih dalam keadaan tubuh nyaris telanjang bulat, hanya tersisa BH yang menutup payudaranya yang membukit indah, tali kutangnya telah terlepas sehingga semrawut dan menampakkan sebagian besar kulit putih mulus yang menggunung itu. Tangan gadis itu terikat di belakang punggung, meja kecil itu hanya dapat menampung punggung gadis itu, sehingga kepala gadis itu jatuh menengadah. Di depan gadis itu tampak seorang pemuda bugil sedang memeluk kedua paha gadis itu yang tersandar di pundak kiri kanannya, sambil membuat gerakan maju mundur. Suara rintihan yang kudengar berasal dari gadis itu, samar-samar masih dapat kudengar, "Ooohh... amppunnnn... akkhh... ooohhh... jangann... jangannn... oh.. sakit.."

Darahku tersirap menyadari bahwa suara itu sangat mirip Ajeng, atau memangkah gadis yang sedang diperkosa itu Ajeng? Aku tidak pernah melihat Ajeng telanjang, tapi tubuh indah di atas meja itu memang seperti postur tubuh Ajeng. Setelah beberapa saat pandanganku semakin jelas, tampaklah bahwa gadis itu memang Ajeng! Sweater, kaos dalam, celana jeans, dan celana dalam Ajeng tampak berserakan di lantai. Aku melihat perkosaan itu dengan marah, namun aku tak berdaya menolong karena menolong diri sendiri saja aku tidak mampu, dan entah mengapa, setelah beberapa saat melihat Ajeng yang tak berdaya dalam keadaan nyaris bugil, tak dapat ditahan batang kemaluanku pelan-pelan menegang keras.

Pria yang sedang memperkosa Ajeng terus memompa batang kemaluannya masuk ke dalam liang kemaluan Ajeng. Tampak Ajeng berusaha mengatupkan pahanya namun pria itu melebarkan kaki Ajeng sehingga berbentuk huruf V, dan terus memompa masuk dengan buas, kemudian tangannya menyentakkan BH Ajeng dengan kasar dan tampaklah bukit kembar Ajeng terpentang bebas, membusung menantang dan sangat menggairahkan, bahkan dalam posisi dada yang agak tertarik karena kepala Ajeng yang menengadah ke bawah. Payudara itu masih tampak montok dan padat, pemerkosa itu terus memompa sambil tangannya meremas-remas payudara Ajeng itu.

Tiba-tiba pintu terbuka, dan muncul sekitar 3 pemuda yang berpakaian lengkap, mereka tertawa-tawa melihat temannya sedang memperkosa Ajeng, salah satu melihat padaku dan berkata, "Eh, lihat.. pacarnya sudah bangun!" semua mata pemuda itu tertuju padaku, "Eh... liat tuh! dia ngaceng juga... mau ngentot pacarnya... tapi keduluan, si Panjul sudah duluan jebolin keperawanan pacarnya, hahaha...!"

Pemuda bugil yang sedang memperkosa Ajeng, yang dipanggil Panjul itu, menyeringai. Lalu ketiga pemuda yang baru datang itu mendekatiku, "Hei bego…! Itu pacar kamu kan!" Aku diam saja, lalu satu tinju mendarat di perutku hingga perutku perih rasanya, "Kamu bisu ya? cewek itu pacar kamu bukan?" Terpaksa aku menjawab lirih dan menjelaskan kami saudara sepupu.

"Oh.. kakak kamu toh... Hm.. kepengen nggak kamu entot kakak sendiri? Di liat dari kontol elo sih.. elo pingin.. hahaha..." Aku marah sekali, saat itu kemaluanku telah lemas kembali karena birahiku yang tak sengaja muncul tadi telah hilang. Panjul rupanya telah selesai memperkosa Ajeng, ia lalu menuntun Ajeng yang tampak sudah lemah ke tempat kami, "Ini nih... gue mau liat kakak adik ngentotan!" katanya tertawa, kemudian Ajeng ditampar dengan kuat, hingga Ajeng menangis, "Elo harus kulum tuh peler adik elo, cepat! Kalo nggak gua potong peler adik elo dan pentil susu elo!" Panjul lalu melepaskan ikatan tangan Ajeng dan mendorong Ajeng ke arahku, dengan terpaksa Ajeng mendekatiku yang masih tergantung, kemudian dengan ragu-ragu mulutnya menyentuh ujung batang kemaluanku, walau hanya tersentuh sedikit, aku tak dapat menahan dan batang kemaluanku perlahan-lahan menegang, "Ayo makan tuh peler! cepat!" Seorang pemuda mengeluarkan pisau lipat dari sakunya dengan sikap mengancam, terpaksa Ajeng mulai mengulum kemaluanku dan menggerakkannya maju mundur, sehingga batang kemaluanku mengacung dengan keras sepanjang 12 cm.

"Ayo masukin batangnya ke dalam mulut sampai habis! jangan keluarin dari mulut kamu sampai gua perintahin!" Dengan ketakutan Ajeng mengulum batang kemaluanku dalam-dalam dan menggerakkannya maju mundur, sehingga mulutnya yang mungil tampak penuh dan sesekali pipinya menggembung oleh kepala kemaluanku, tak berapa lama aku tak tahan lagi dan orgasme, Ajeng tampak kaget merasakan cairan kental dan hangat berkali-kali menyemprot kerongkongannya, namun ia tidak berani melepaskan mulutnya dari batang kemaluanku, ia berusaha membuang spermaku walau telah banyak tertelan olehnya, beberapa tetes spermaku keluar mengalir dari bibirnya.

"Wah, adik elo payah banget! sudah tongkolnya kecil, cepat keluar lagi!" pemuda-pemuda itu mengejekku lalu mereka mendekat dan menjambak rambut Ajeng, "Elo harus liat gimana caranya!" kata salah seorang pemuda sambil menyeringai padaku. Mereka lalu membuka baju hingga bugil, keempat pemuda yang telah telanjang bulat itu lalu menelungkupkan Ajeng di atas meja, sehingga payudara Ajeng menempel di atas meja dan Ajeng dalam posisi menungging, kemudian dengan buas mereka mulai memperkosa Ajeng secara bergantian, sehingga Ajeng menjerit-jerit dan melolong histeris, batang kemaluan mereka rata-rata besar dan panjang, sekitar 16 cm lebih, dan secara bergantian kemaluan-kemaluan itu mengaduk-aduk liang kemaluan Ajeng yang semakin lama semakin lemas. Ajeng disenggamai bergantian oleh mereka berempat dengan posisi gaya doggy tersebut, kemudian mereka juga menyetubuhi Ajeng di atas kursi.

Sambil memperkosa Ajeng, mereka sesekali mengejekku. "Hei.. elo tau nggak kakak elo ini sebenarnya keenakan dientot sama kita-kita, buktinya memek dia basah banget nih! " kata pemuda yang dipanggil dengan nama Anto, ia berkemaluan paling besar dan panjang
di antara mereka berempat, saat itu ia sedang mengerjai Ajeng. Tangan Ajeng kembali diikat di belakang punggung, Anto duduk di atas kursi sementara Ajeng di atas pangkuannya dengan paha mengangkang dan posisi berhadapan. Dengan posisi duduk, buah dada Ajeng tampak sangat menggairahkan, apalagi dengan tubuhnya yang ramping, tampak buah dadanya tergantung indah, padat dan berisi dengan putting susunya yang masih mungil dan berwarna kemerahan. Lelaki yang memperkosa Ajeng itu meremas-remas kedua belah payudara Ajeng dengan bernafsu, kadang ia mendempetkan kedua buah dada itu lekat-lekat sehingga belahan payudara Ajeng terbentuk indah di hadapannya. Pemuda itu terus memperkosa Ajeng dengan brutal sehingga tubuh Ajeng tergoyang-goyang. Ajeng hanya dapat merintih-rintih dalam keadaan antara sadar dan tidak.

Sambil terus memompa Ajeng, ia tertawa-tawa disaksikan teman-temannya yang tidak sabar menanti giliran, "Elo mau bukti kakak elo ini keenakan? perhatikan baik-baik nih!" ejeknya lagi padaku. Lalu tiba-tiba pemuda itu berhenti memompa Ajeng, secara refleks Ajeng melenguh dan mulai menggerak-gerakan pantatnya sendiri agar tetap dikocok oleh kemaluan pemuda itu, "Hahaha... elo liat kan? Kakak elo ini yang minta dientot tuh!"

Pemuda itu tertawa sambil memeluk tubuh Ajeng, tangannya mengelus-ngelus punggung putih mulus Ajeng sementara buah dada Ajeng yang kenyal terjepit di dadanya yang berbulu. Rupanya Ajeng mendengar perkataan itu, wajah Ajeng tampak memerah karena malu dan marah, lalu tubuhnya diam tak bereaksi, pemuda itu menjadi marah dan menarik kuat-kuat kedua buah dada Ajeng. Satu ditarik ke atas dan satu ditarik ke bawah bergantian dengan keras sehingga Ajeng menjerit-jerit kesakitan, "Dasar cewek munafik...! keenakan aja sok menderita! Gua bikin elo orgasme dan elo nggak bisa bohong bahwa elo keenakan minta diperkosa!"

Dengan bernafsu kembali pemuda itu memperkosa Ajeng, sesekali ia kembali menghentikan pompaannya, dan secara refleks kembali Ajeng ganti menggoyangkan pantatnya maju mundur, selama beberapa saat hingga Ajeng sadar dan dapat mengendalikan tubuhnya. Hal itu terjadi berkali-kali, bahkan saat pemuda itu mendorong tubuh Ajeng hingga batang kemaluannya keluar dari liang kemaluan Ajeng. Secara refleks diluar kemauan Ajeng sendiri. Tubuh Ajeng kembali merapat sehingga batang kemaluan itu kembali terbenam ke dalam liang senggamanya sambil kaki Ajeng melipat erat seolah-olah takut lepas.

Pemuda itu semakin lama tampak semakin ganas memperkosa Ajeng, hingga selang beberapa saat tampak tubuh Ajeng berkelonjotan dan menegang, kedua kakinya mengacung lurus dengan otot paha dan betisnya mengejang, jari-jari kakinya menutup, dan nafas Ajeng tak teratur sambil terus merintih keras dan panjang, "Ohhh... Akkkhhh... Ooohhh...!" pemuda itu semakin mempercepat gerakannya hingga akhirnya membuat Ajeng merintih panjang, "Ohhh... " seluruh tubuh Ajeng menegang dan menggelinjang selama beberapa detik dan aku sadar bahwa Ajeng sedang mengalami orgasme dahsyat dan kenikmatan luar biasa. Setelah berkelonjotan sesaat, tubuh Ajeng tumbang dengan lemas di pelukan pemerkosanya. Pemuda itu masih terus memompa Ajeng yang telah lemas sambil nyengir senang dan berkata, "Hehe.. elo liat kakak elo ini... dia demen ngentotan juga kok... hahahaha...!"

Tiba-tiba pintu kembali terbuka, dan alangkah kagetnya aku melihat begitu banyak pemuda yang masuk, sekitar 10 orang lebih, termasuk salah seorangnya adalah pria besar tegap yang menghajarku. Tanpa banyak bicara mereka ikut menikmati tubuh Ajeng, masing-masing pemuda itu memperkosa Ajeng dengan posisi yang bervariasi. Rasanya semua posisi yang pernah kulihat di film biru telah mereka praktekkan semua pada Ajeng. Khusus giliran pemuda berbadan besar yang dipanggil John itu memperkosa, Ajeng tampak sangat menderita karena batang kemaluan John benar-benar besar dan panjang, kutaksir lebih dari 20 cm. Dalam waktu singkat tubuh telanjang bulat Ajeng telah mengkilap basah oleh keringat dan sperma.

Entah berapa lama Ajeng diperkosa hingga pingsan berkali-kali, namun mereka selalu menyadarkan Ajeng lagi dengan menampar dan menyiramnya dengan air, lalu kembali memperkosa dengan brutal. Aku menutup mata tak ingin melihat penderitaan Ajeng.
Ajeng yang menangis dengan air mata yang telah habis, tampak Ajeng sedang disodomi, di sebelahku Ajeng juga tengah diperkosa, payudara Ajeng yang padat dan ranum tampak bergoyang-goyang keras, pria di belakang Ajeng tanpa bosan-bosannya meremas-remas dan menarik-narik buah dada Ajeng dengan brutal, bagaikan memerah susu sapi.

Kini Ajeng diletakkan di atas lantai beralas tikar, pemuda yang sedang menggilir Ajeng melebarkan kaki Ajeng sehingga membentuk seperti kaki kodok, dengan posisi itu ia menghujamkan batang kemaluannya yang panjang dan besar keluar masuk dengan cepat dan keras ke dalam liang kemaluan Ajeng. Sementara salah satu pria memaksa Ajeng mengulum batang kemaluannya, sehingga mulut Ajeng yang mungil penuh dengan batang kemaluan besar itu, kemudian pemuda yang memperkosa Ajeng berganti posisi, ia menduduki tubuh Ajeng lalu meletakkan batang kemaluannya yang panjang di antara dua bukit kembar Ajeng. Tangannya mendempetkan buah dada Ajeng hingga menjepit batang kemaluannya yang kemudian dimaju-mundurkan. Selang beberapa saat dari batang kemaluannya menyembur sperma yang menyemprot wajah dan leher Ajeng, kemudian sisa-sisa spermanya dioleskan pada kedua buah susu Ajeng.

Aku menutup mataku agar tidak melihat penderitaan Ajeng, tapi masih saja kudengar rintihan Ajeng yang semakin lama semakin lemah, gerombolan pemuda itu tak henti-hentinya mengucapkan kata-kata kotor. Tiba-tiba pimpinan mereka John mendekat, "Sekarang giliran elo menikmati kakak elo ini... elo kan sudah banyak belajar dari tadi! Hahaha..." lalu tubuh Ajeng yang telah lemah lunglai dicampakkan ke atas tubuhku, aku memeluk tubuh Ajeng yang telanjang bulat, sambil membelai rambutnya aku berbisik, "Tabah ya.. Ci..." walaupun aku sendiri sangat ketakutan, Ajeng hanya dapat mengangguk lemah sambil menangis sesunggukan.

"Hei! kalian tunggu apa? ayo ngentotan! kita pingin liat nih... yang cewek di atas!" seru John sambil mengacungkan parang yang membuat kami ketakutan, Ajeng lalu menurut dan memasukkan liang kewanitaannya ke dalam batang kemaluanku yang memang telah menegang keras saat aku memeluk Ajeng dan buah dada Ajeng yang walaupun lengket oleh sperma, tapi terasa kenyal dan hangat menekan dadaku. Aku serasa berada di awang-awang saat batang kemaluanku menembus kemaluan Ajeng yang beberapa jam lalu masih perawan, seluruh batang kemaluanku terbenam ke liang kemaluan yang sempit itu dan aku merasa batang kemaluanku dijepit dengan kenikmatan yang tiada taranya.

"Ayo kamu goyang adik elo selama dua menit! Setelah itu angkat memek kamu, adik elo harus masih ngaceng tongkolnya, kalo cepat keluar, mending kita potong dan masak tongkolnya buat makanan ayam!"
Ajeng lalu mulai menggoyangkan pinggulnya naik turun, aku tak dapat menahan sensasi yang tak pernah kurasakan itu, dan baru beberapa detik Ajeng memompa, aku telah mengalami ejakulasi dan spermaku menyemprot keluar, tidak terlalu banyak karena aku telah mengalami orgasme tadi. Ajeng juga merasakan aku ejakulasi, ia kini menggoyangkan pinggulnya maju mundur agar tidak ketahuan aku telah orgasme. Ajeng menggunakan rambut kemaluannya yang lebat membantu untuk mengelap cairan spermaku yang meleleh keluar dari liang kewanitaannya. Sementara batang kemaluanku yang masih berada di dalam kemaluan Ajeng perlahan mulai mengecil.

Selang dua menit, John berkata keras, "Eh.. Non, angkat memek elo! Kita mau liat kontol adik elo masih ngaceng nggak.. jangan-jangan elo pura-pura doang, ngaduk-ngaduk kontol yang sudah loyo!".
Ajeng menggeleng sambil menangis, "Nggakk... dia masih tegang, benar... sumpah..." Ajeng berusaha melindungiku.
"Angkat memek elo gua bilang!" bentak John menggelegar.
Ajeng tetap membuat gerakan maju-mundur sambil berkata, "Jangan... saya tidak bohong... ini masih tegang..." Si John dengan kasar lalu mendorong tubuh Ajeng hingga jatuh, ia tertawa melihat batang kemaluanku telah jatuh lemas, "Hahaha.. dasar banci! Kamu masih suka berlindung di bawah ketiak kakak cewek elo ya? Tapi elo masih harus muasin kakak elo... ayo kocok dan cuci memek dia sama tangan elo!"

Aku dipaksa merangkak mendekati Ajeng, Ajeng diperintahkan terlentang dan mengangkangkan kedua pahanya, lalu aku dipaksa memasukkan jariku ke dalam lubang kemaluan Ajeng dan mengocoknya, "Hei.. goblok.. kalo cuma satu jari mana puas kakak elo!" Aku lalu memasukkan dua jariku ke dalam liang kemaluan Ajeng, lalu atas perintah mereka kukocok-kocok liang kemaluan Ajeng itu dengan kuat dan cepat, sehingga Ajeng merintih-rintih dan kedua pahanya tampak bergetar menahan sensasi yang kutimbulkan. Memandang Ajeng yang tidak berdaya itu. Perlahan kembali batang kemaluanku mengacung. "Nah.. elo ngaceng lagi akhirnya... ayo sekarang dua-duanya ngent*tan yang panas!" Aku lalu memeluk Ajeng sambil sesekali meremas perlahan buah dadanya, lalu aku kembali berbisik, "Maaf ya Ci..." Ajeng hanya menatap kosong sambil mengangguk pelan.

"Heh! Ini bukan acara entot gaya kura-kura! elo berdua... ayo bercinta yang panas, kalo tidak gua bikin bakpao pantat-pantat elo!" Dengan ketakutan akhirnya aku dan Ajeng menurut, kami lalu bergumul dengan panas di atas lantai papan itu dalam keadaan sama-sama telanjang bulat, saling merangkul dan berciuman, tanganku sesekali meremas buah dada Ajeng. Sementara tangan Ajeng melingkari batang kemaluanku dan mengocoknya, tak pernah kubayangkan aku akan melakukan hal ini pada kakak sepupuku sendiri.

Kawanan itu tertawa senang melihat kami kakak beradik bergulat dalam keadaan telanjang bulat di atas lantai, "Hei..! ini bukan film bisu! Kalian ucapin kata-kata merangsang! Cepat..!" Terpaksa kami menurutinya, "Ohh.. saya jilat susu kakak ya? Hmmpphh... saya remas-remas ya?" kataku sambil mengulum puting susu Ajeng dan meremas-remasnya. "Goblok! elo maen sinetron ya? ngentotan aja kata-katanya sok sopan! Dasar tolol... dan yang cewek, kalo elo diam aja nanti toket elo gua cabut dari tempatnya dan pentil susu elo gue goreng!"

Dengan ketakutan kami menurutinya, sambil terus bergumul dan saling memompa, kami terus mengucapkan serentetan kata-kata tanpa berpikir lagi, karena ngeri melihat parang John yang mengacung ke arah kami jika kami tidak bersuara. "Oh... gue entot elo, susu elo enak.. mantap... gue entot seharian ya, Ci?" Tanpa berpikir kukeluarkan kata-kata itu, sementara Ajeng juga menimpali tanpa berpikir, "Ahh... anu elo... panjang... masukkin yang dalam... lebih cepat... ohh..." Mereka semua tertawa-tawa, John rupanya telah sangat terangsang melihat Ajeng, ia mendekat dan menjambak rambut Ajeng dan menarik Ajeng ke dalam pelukannya, "Elo liat baik-baik goblok, gimana caranya ngentotin cewek!" katanya padaku.

Tubuh Ajeng lalu diangkatnya dengan mudah, dengan posisi berdiri ia menggendong Ajeng dengan mengangkat pantat Ajeng, terpaksa Ajeng memeluk leher John yang tinggi kekar agar ia tidak terjatuh ke belakang, lalu dengan buas John memompa batang kemaluannya yang luar biasa panjang dan besar masuk ke dalam liang kemaluan Ajeng. John yang besar setinggi 180 cm lebih itu memompa Ajeng yang setinggi 157 cm dengan posisi itu dengan mudah. Batang kemaluannya dengan deras amblas keluar masuk ke dalam kemaluan Ajeng sehingga tubuh Ajeng terguncang hebat, buah dadanya terhentak-hentak naik turun. Tak berapa lama tubuh Ajeng kembali menggelinjang dan ototnya menegang, diringi dengan rintihan panjang Ajeng kembali mengalami orgasme hebat. John tidak berhenti dan belum mengalami ejakulasi, pompaannya semakin bertambah kuat. Ajeng semakin lama tampak semakin lelah dan lemah, sementara batang kemaluan John semakin hebat saja mengaduk liang kemaluannya dalam posisi berdiri. Akhirnya tanpa dapat dicegah tubuh Ajeng jatuh lunglai ke belakang, pelukannya pada leher John lepas, John membiarkan tubuh Ajeng jatuh tetapi ia tetap memegang kokoh pinggul Ajeng yang sedang digoyang habis-habisan, sehingga Ajeng terjuntai tak berdaya. Tangan dan rambutnya menyentuh lantai sementara tubuhnya masih tetap digendong dan liang kemaluannya disodok-sodok dengan kejam dan buas.

John melakukannya sambil berjalan dan tertawa-tawa, sehingga Ajeng ikut terseret kemana ia melangkah. Setelah puas mengocok Ajeng dengan posisi itu, John lalu mengangkat pinggul Ajeng naik hingga ke dada. Tubuh Ajeng kembali terangkat dengan kepala di bawah, sehingga batang kemaluan John membentur-bentur punggung mulus Ajeng. John yang mempunyai tenaga besar itu kembali menaikkan pinggul Ajeng hingga kemaluan Ajeng terhidang di depan mulutnya, dengan rakus ia melumat habis kemaluan Ajeng dengan mulutnya. Kemudian ia memutar tubuh Ajeng sehingga kini wajah Ajeng ditampar-tampar oleh batang kemaluannya yang besar dan sangat keras. John kembali melumat kemaluan Ajeng dengan penuh nafsu, jari-jari tangannya juga menyodok-nyodok anus Ajeng yang masih terjuntai pingsan, dengan posisi ini akhirnya John berejakulasi, spermanya dengan deras membanjiri wajah Ajeng hingga ke rambut, dan menetes-netes ke lantai papan.

Setelah itu kembali Ajeng digilir oleh teman-teman John yang lain, tidak perduli Ajeng telah pingsan dan tidak dapat bangun lagi walaupun ditampar dengan kuat dan disiram dengan air. Setelah puas, mereka lalu mencampakkan kami ke lantai, menunggu Ajeng sadar kembali, lalu mereka beramai-ramai mengelilingi kami dan mengencingi tubuh kami, bahkan aku dipaksa minum air kencing mereka, sementara John memaksa Ajeng mengulum batang kemaluannya, lalu ia mengencingi Ajeng dengan cara seperti itu dan memerintahkan Ajeng menelan semua air kencingnya.

Akhirnya setelah puas lalu mereka menyekap kami, memberi sedikit makan dan minum dan baru melepas kami pada saat tengah malam tanpa memberi kami pakaian, terpaksa kami berjalan kaki tertatih-tatih pulang ke rumah kontrakanku yang berjarak sekitar 200 meter dari situ dengan keadaan telanjang bulat. Kami mengendap-ngendap hingga akhirnya sampai, kami merasa lega, rahasia ini tetap kami pendam, selain mereka mengancam jika melapor polisi maka kami akan dibunuh, kami juga malu menceritakan pengalaman pahit ini. Yang penting kami telah lepas dari mimpi buruk itu, sehari setelah kejadian itu aku langsung pindah rumah kontrakan ke tempat yang lebih jauh dan kami merasa bebas dari bajingan-bajingan itu. Namun ternyata kami salah mengira, kejadian malam itu barulah awalnya, karena kejadian yang akan menimpa Ajeng kemudian jauh lebih brutal lagi.